Rekonstruksi Kasus Agus Buntung: Sebuah Upaya Menuju Keadilan
Pria penyandang disabilitas tunadaksa, IWAS alias Agus ‘Buntung’ hari ini menjalani reka ulang alias rekonstruksi sebagai tersangka kasus pelecehan seksual. Dalam rekontruksi yang digelar Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), Agus Buntung memeragakan puluhan adegan di tiga lokasi berbeda.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menyebut jika rekonstruksi kasus Agus mencapai reka 49 adegan. Agus yang mengenakan kemeja berwarna biru dongker dengan tulisan ‘Tersangka’ yang dikalungkan di lehernya terlihat duduk santai sembari menyilangkan satu kaki. Perubahan jumlah reka adegan ini menyesuaikan dengan perkembangan perbuatan tersangka saat berada di tiga lokasi kejadian.
Adapun tiga lokasi di Kota Mataram yang menjadi tempat pelaksanaan rekonstruksi, yakni di Taman Udayana dan area pinggiran Islamic Center yang menjadi tempat perkenalan tersangka dengan korban.
Lokasi ketiga di salah satu tempat penginapan yang menjadi tempat tersangka mengeksekusi korban untuk berbuat persetubuhan.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula ketika seorang mahasiswa melaporkan bahwa ia telah menjadi korban pemerkosaan oleh Agus. Dalam laporan tersebut, korban menjelaskan secara rinci bagaimana ia mengalami kekerasan seksual, yang menyebabkan trauma fisik dan psikologis yang mendalam. Melihat kesaksian korban dan bukti-bukti yang ada, pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan dan menetapkan Agus Buntung sebagai tersangka.
Proses Rekonstruksi
Rekonstruksi merupakan bagian penting dari proses penyelidikan, yang bertujuan untuk memverifikasi kronologi peristiwa yang terjadi. Pada hari pelaksanaan rekontruksi, pihak kepolisian menghadirkan Agus Buntung dan saksi-saksi yang relevan. Proses ini dilakukan di tempat kejadian perkara, agar semua pihak dapat melihat dan memahami situasi yang dihadapi oleh korban.
Dalam kegiatan yang berlangsung sekitar 3 jam tersebut turut hadir Wakapolda NTB Brigjen Pol. Ruslan Aspan bersama sejumlah pejabat utama Polda NTB. Hadir pula tim pengawas internal dari Itwasum Mabes Polri.Polda NTB dalam giat tersebut ikut menyertakan tim inafis, pihak kejaksaan, lembaga pemerhati perempuan dan anak, serta tersangka IWAS dengan pendampingan tin kuasa hukum.
Reaksi Masyarakat
Kasus ini menarik perhatian luas dari masyarakat, terutama di kalangan aktivis hak asasi manusia dan organisasi perempuan. Banyak yang menilai bahwa proses yang transparan dan akuntabel dalam kasus ini akan menjadi langkah maju dalam penanganan kasus pemerkosaan di Indonesia. Selain itu, media sosial menjadi platform untuk menyuarakan solidaritas kepada korban dan mendesak penegakan hukum yang lebih baik terhadap kekerasan seksual.
Kesimpulan
Kasus Agus Buntung dan proses rekontruksinya adalah pengingat akan pentingnya keadilan dalam menghadapi kasus kekerasan seksual. Proses hukum yang transparan dan objektif merupakan kunci untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang menjadi korban. Diharapkan, dengan penanganan yang tepat, kasus ini dapat berkontribusi pada kesadaran yang lebih luas tentang masalah kekerasan seksual di Indonesia, serta mendorong tindakan preventif yang lebih kuat untuk melindungi hak-hak perempuan dan mahasiswa di seluruh masyarakat.