
New York, AS – Gelaran akbar Piala Dunia 2026, yang akan diselenggarakan bersama di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko, semakin dekat. Namun, euforia sepak bola terbesar empat tahunan ini telah tercoreng oleh kontroversi yang memicu kemarahan global: harga tiket final yang ditetapkan FIFA mencapai level yang belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan dianggap “keterlaluan” oleh kelompok suporter.
Laga puncak yang dijadwalkan berlangsung di MetLife Stadium, New Jersey, AS, pada 20 Juli 2026 WIB, kini terancam hanya bisa dinikmati oleh kalangan elite.
Kenaikan Harga yang Sangat Drastis: Tujuh Kali Lipat dari Qatar
Menurut laporan yang diungkap BBC Sport pada Kamis (11/12/2025), harga tiket untuk menyaksikan pertandingan final di MetLife Stadium dibagi dalam tiga kategori utama, dan angkanya sangat mengejutkan jika dibandingkan dengan edisi sebelumnya:
| Kategori Tiket Final | Harga (USD) | Estimasi (Rp Juta) |
| Kategori Ekonomi | $4.185 | $\approx$ Rp 70 Juta |
| Kategori Standar | $5.560 | $\approx$ Rp 92 Juta |
| Kategori Premium | $8.860 | $\approx$ Rp 147,5 Juta |
Harga tiket termurah, yakni $4.185, setara dengan sekitar Rp 70 Juta. Angka ini tercatat tujuh kali lipat lebih tinggi dari harga tiket termurah Final Piala Dunia 2022 di Qatar, yang saat itu hanya berkisar sekitar Rp 10 Juta. Kenaikan yang eksplosif ini memicu protes keras dari komunitas sepak bola.
Perbandingan Absurd: Tiket Final Setara Harga Rumah di Indonesia
Kenaikan harga tiket final ini mencapai titik di mana perbandingannya menjadi absurd, terutama bagi penggemar di negara berkembang seperti Indonesia.
Harga tiket Kategori Ekonomi ($4.185 atau Rp 70 juta) sudah sebanding dengan nilai Uang Muka (Down Payment/DP) untuk satu unit rumah subsidi atau rumah tapak di area penyangga ibu kota. Sementara itu, harga tiket Kategori Premium ($8.860 atau Rp 147,5 juta) bahkan sudah setara dengan biaya pembelian satu unit rumah sederhana secara tunai di beberapa wilayah dan kota kecil di Indonesia, tergantung lokasi dan luas bangunannya.
Fenomena ini secara terang-terangan menunjukkan bagaimana harga tiket telah mencederai prinsip inklusivitas, mengubah sepak bola dari olahraga rakyat menjadi tontonan mewah yang eksklusif.
Kemarahan Suporter Global: “Tamparan di Muka”
Mahalnya harga tiket ini langsung menuai kritik pedas, terutama dari asosiasi suporter di Inggris dan Eropa. Kelompok Football Supporters Europe (FSE) menyebut kebijakan harga dari FIFA ini “keterlaluan” dan secara tegas meminta badan sepak bola dunia tersebut segera menghentikan penjualan tiket dengan skema harga yang ada.
Senada dengan itu, Asosiasi Suporter Sepak Bola Inggris melabeli harga tiket ini sebagai “tamparan di muka bagi para pendukung setia yang selama ini menjadi jantung turnamen.” Mereka menyoroti bahwa harga ini meniadakan kesempatan bagi suporter sejati dan keluarga biasa untuk menyaksikan tim nasional mereka berkompetisi di panggung terbesar.
Hingga berita ini diunggah, FIFA belum mengeluarkan tanggapan resmi terkait badai protes yang mereka hadapi, menunjukkan sikap bungkam terhadap kritik yang semakin meluas.
Skema Harga Baru yang Kontroversial: Popularitas Tim
Kontroversi harga tidak hanya terbatas pada laga final. Untuk pertama kalinya, harga tiket babak penyisihan grup ditentukan berdasarkan “popularitas” tim yang bertanding, bukan harga tetap seperti turnamen-turnamen sebelumnya.
Kebijakan ini langsung berdampak pada suporter tim-tim besar seperti Inggris. Sebagai contoh:
- Inggris vs Kroasia: Tiket dibanderol mulai 198 pounds (Rp 4,4 juta) hingga 523 pounds (Rp 11,6 juta).
- Inggris vs Ghana: Harga berkisar 164 pounds (Rp 3,6 juta) hingga 447 pounds (Rp 9,9 juta).
- Inggris vs Panama: Harga berkisar 164 pounds (Rp 3,6 juta) hingga 462 pounds (Rp 10,2 juta).
Angka-angka ini jauh lebih tinggi dari harga tiket babak penyisihan grup Piala Dunia 2022 di Qatar, yang berkisar antara Rp 1,5 juta hingga Rp 4,8 juta.
Sebagai perbandingan, dua pertandingan awal Skotlandia melawan Haiti dan Maroko dikenakan harga yang lebih rendah, mulai dari 134 pounds (Rp 2,9 juta). Namun, laga terakhir Skotlandia melawan Brasil di fase grup justru memiliki kisaran harga yang sama dengan pertandingan high-profile Inggris vs Kroasia, menunjukkan adanya premium yang dikenakan berdasarkan daya tarik global lawan. Sayangnya, belum ada kejelasan resmi dari FIFA mengenai bagaimana mereka secara pasti mengukur tingkat “popularitas” tim tersebut.
Biaya Total Menonton Tim Nasional: Beban Finansial yang Menggila
Jika seorang suporter bertekad untuk mengikuti perjalanan tim nasionalnya dari fase grup hingga final (total delapan pertandingan), beban finansial yang harus ditanggung sangat mencekik.
Di Piala Dunia 2026, biaya minimum untuk menonton delapan laga adalah sekitar Rp 116,4 juta hingga maksimal mencapai Rp 275,3 juta, tergantung kategori tiket yang dipilih.
Angka ini sangat kontras dengan Piala Dunia 2022 Qatar, di mana biaya untuk menonton tujuh pertandingan (fase grup hingga final) hanya berkisar antara Rp 32,6 juta hingga Rp 87,2 juta. Kenaikan biaya ini menempatkan partisipasi langsung suporter setia pada risiko kepunahan finansial.
Meskipun sekitar 4.000 tiket per pertandingan dialokasikan untuk kelompok suporter resmi, sisa tiket dijual untuk penonton umum, di samping jatah besar yang telah disimpan FIFA untuk mitra korporat dan sponsor mereka. Kebijakan ini jelas memprioritaskan pendapatan komersial di atas aksesibilitas bagi basis penggemar inti sepak bola.
