November 8, 2025
Film Pangku (2025).

Pangku”: Debut Sutradara Reza Rahadian yang Menyentuh Realitas Kelam Pantura

Setelah dikenal luas sebagai salah satu aktor paling berpengaruh di perfilman Indonesia, Reza Rahadian akhirnya menapaki babak baru dalam kariernya sebagai sutradara lewat film berjudul Pangku. Karya yang diproduksi oleh rumah produksinya sendiri, Gambar Gerak, ini resmi tayang di bioskop pada 6 November 2025, dan menjadi salah satu film Indonesia yang paling banyak diperbincangkan di penghujung tahun.

Film Pangku bukan sekadar drama sosial biasa. Ia menyoroti realitas keras kehidupan perempuan di kawasan Pantura (Pantai Utara Jawa)—wilayah yang kerap digambarkan penuh dinamika sosial dan ekonomi. Lewat kisah tokoh utama Sartika, film ini mengajak penonton menyelami dunia yang jarang tersentuh layar lebar: fenomena “warung kopi pangku”, tempat di mana perempuan harus bertahan hidup dengan cara yang tak jarang penuh kompromi moral dan sosial.


Kisah Tentang Perempuan dan Keteguhan Hati

Tokoh utama Pangku adalah Sartika (diperankan oleh Claresta Taufan), seorang perempuan muda yang tengah mengandung dan memilih meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kehidupan baru di jalur Pantura. Dalam perjalanannya, ia bertemu Bu Maya (Christine Hakim), pemilik warung kopi yang tampak ramah dan dermawan. Bu Maya menampung Sartika yang sedang hamil tua, membantu proses persalinan, bahkan merawatnya seperti keluarga sendiri.

Sinopsis Pangku tentang perjuangan seorang ibu berusaha bertahan di tengah kerasnya realitas sosial dan ekonomi.

Namun, di balik kebaikan itu tersimpan maksud tersembunyi. Setelah Sartika melahirkan, Maya membujuknya untuk bekerja di warungnya sebagai pelayan “kopi pangku.” Praktik ini melibatkan pelayanan ganda kepada pelanggan: bukan hanya menyajikan minuman, tetapi juga memberi teman duduk dan hiburan fisik.

Awalnya Sartika menolak, tetapi kondisi ekonomi dan tanggung jawab sebagai ibu tunggal membuatnya tidak punya banyak pilihan. Ia harus menelan pahitnya realitas, hidup dalam pandangan sinis masyarakat, dan tetap berusaha menjaga martabat diri demi membesarkan anaknya, Bayu (Shakeel Fauzi).

Di tengah keputusasaan itu, Sartika bertemu Hadi (Fedi Nuril), seorang sopir truk pengangkut ikan yang kerap singgah di warung Maya. Hadi melihat Sartika bukan dari masa lalunya, melainkan dari keteguhannya. Dari sinilah tumbuh kisah cinta sederhana, yang justru menjadi kekuatan moral dalam film ini.

Hadi menjadi simbol harapan dan kesempatan kedua bagi Sartika. Bersamanya, Sartika mulai berani bermimpi untuk lepas dari belenggu kehidupan lama dan menegakkan harga dirinya sebagai manusia.


Kritik Sosial di Balik Secangkir Kopi

Film Pangku tidak hanya bercerita tentang perjuangan individu, tetapi juga menghadirkan kritik sosial yang tajam. Fenomena “kopi pangku” yang menjadi latar utama film ini sesungguhnya adalah refleksi nyata dari problem sosial-ekonomi perempuan di wilayah Pantura.

Dalam wawancara promosinya, Reza Rahadian mengaku terinspirasi saat mengunjungi Indramayu pada 2018. Ia menyaksikan langsung bagaimana praktik warung kopi pangku bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk perjuangan hidup kaum perempuan dalam keterbatasan ekonomi. Dari situlah benih ide Pangku tumbuh.

Poster film Pangku (Instagram)

Namun, bagi sebagian penonton, latar warung kopi pangku dalam film ini justru terasa kurang dieksplorasi. Unsur sosial yang seharusnya bisa lebih tajam hanya dijadikan latar bagi perjalanan personal Sartika. Padahal, topik tersebut menyimpan banyak potensi untuk dibahas lebih dalam. Meski begitu, pilihan Reza untuk menitikberatkan pada aspek kemanusiaan dan psikologis membuat Pangku tetap menyentuh dan relevan.


Prestasi dan Pengakuan Internasional

Sebelum dirilis di Indonesia, Pangku telah lebih dulu mencuri perhatian di panggung dunia. Film berdurasi 1 jam 44 menit ini sukses meraih empat penghargaan bergengsi di Busan International Film Festival (BIFF) 2025, yakni KB Vision Audience Award, FIPRESCI Award (dari Federasi Kritikus Film Internasional), Bishkek International Film Festival–Central Asia Award, dan Face of the Future Award.

Tak hanya itu, Pangku juga menuai pengakuan di dalam negeri dengan masuk ke dalam tujuh nominasi Festival Film Indonesia (FFI) 2025, termasuk nominasi Film Cerita Panjang Terbaik, Pemeran Utama Perempuan Terbaik (Claresta Taufan), dan Penulis Skenario Asli Terbaik (Reza Rahadian & Felix K. Nesi).

Reza sendiri mendapat banyak pujian atas penyutradaraannya yang detail dan penuh empati. Meski dikenal tegas di lokasi syuting, para pemain seperti Fedi Nuril mengaku gaya kepemimpinannya tetap hangat dan profesional. Ia menuntut totalitas, tetapi selalu punya alasan kuat di balik setiap arahannya.


Sebuah Film Realistis di Tengah Tren Horor dan Plot Twist

Di tengah dominasi film-film bergenre horor dan thriller yang marak di bioskop Indonesia, Pangku hadir dengan gaya realisme sosial yang tenang namun menusuk. Ini membuat sebagian penonton mungkin merasa film ini terlalu “nyata” dan tidak menawarkan eskapisme seperti film populer lainnya.

Namun justru di situlah kekuatan Pangku. Film ini mengajak penonton merenung, memahami, dan merasakan kehidupan dari sudut yang jarang disorot kamera. Meski tak semua aspek sempurna—seperti latar waktu tahun 1998 yang kurang menonjol—Pangku tetap menjadi karya debut yang kuat dan berani.


Kesimpulan

Sebagai karya perdana Reza Rahadian di kursi sutradara, Pangku berhasil menunjukkan kedewasaan artistik dan keberanian dalam mengangkat tema yang sensitif. Film ini bukan hanya kisah tentang perjuangan perempuan, tetapi juga refleksi tentang kemanusiaan, pilihan, dan keberanian untuk keluar dari lingkaran gelap kehidupan.

Meski mungkin tidak menjadi tontonan favorit massa, Pangku adalah film yang layak disaksikan—sebuah karya ciamik yang membuka mata tentang realitas sosial di balik secangkir kopi di jalur Pantura.