October 1, 2025

Lima, Peru — Ibu kota Peru kembali menjadi pusat gejolak politik dan sosial setelah ribuan pemuda dari kelompok yang menamakan diri mereka sebagai “Generasi Z” turun ke jalan. Aksi demonstrasi besar-besaran yang berlangsung pada Sabtu (28/9/2025) ini dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari reformasi pensiun yang kontroversial hingga kekecewaan mendalam terhadap kepemimpinan Presiden Dina Boluarte.

Bendera dengan simbol bajak laut dari manga Jepang “One Piece” terlihat berkibar di tengah kerumunan. Bagi para demonstran muda, karakter utama Luffy adalah simbol perlawanan terhadap penguasa yang korup dan menindas. Leonardo Muniz, salah satu peserta aksi, menyatakan, “Luffy bepergian dari kota ke kota membebaskan rakyat dari tirani. Itu mencerminkan apa yang kami alami di sini.”

Kemarahan yang Terakumulasi

Reformasi pensiun yang mewajibkan semua warga Peru berusia 18 tahun ke atas untuk bergabung dengan penyedia dana pensiun menjadi pemicu awal protes. Namun, kemarahan masyarakat telah lama terpendam. Kebijakan ini hanya menjadi pemantik ledakan WD lebih besar.

Santiago Zapata, seorang mahasiswa yang turut serta dalam aksi, menuturkan, “Kami muak melihat kematian, korupsi, dan pemerasan dianggap hal biasa. Sejak kapan itu menjadi normal?” Ia menambahkan bahwa generasinya tidak lagi takut menyuarakan pendapat. “Kami memilih pemerintah, bukan untuk dibungkam oleh mereka,” tegasnya.

Krisis Kepercayaan terhadap Pemerintah

Kepemimpinan Dina Boluarte berada dalam tekanan berat. Survei terbaru dari Institut Studi Peru menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Boluarte hanya sebesar 2,5 persen, sementara parlemen hanya meraih 3 persen. Rendahnya kepercayaan ini memperlihatkan jurang besar antara pemerintah dan rakyat.

Sejak menjabat pada akhir 2022, Boluarte telah menghadapi serangkaian tantangan. Kematian belasan pengunjuk rasa dalam unjuk rasa sebelumnya, dugaan korupsi di tubuh pemerintah, serta meningkatnya angka kriminalitas menjadi alasan utama masyarakat kehilangan harapan.

Menurut Jo-Marie Burt, pengamat politik Peru yang juga menjadi dosen tamu di Universitas Princeton, kondisi ini mirip dengan masa-masa kelam rezim otoriter di Peru. “Kita menyaksikan upaya sistematis untuk melemahkan lembaga peradilan dan pengawasan. Ini mencerminkan kemunduran demokrasi,” ujarnya.

Bentrokan Tak Terhindarkan

Demonstrasi yang berlangsung di berbagai titik strategis Kota Lima seperti Plaza San Martín dan sekitar Istana Presiden berujung pada bentrokan. Polisi berusaha membubarkan massa dengan gas air mata dan kendaraan anti huru-hara. Suasana mencekam terasa hingga larut malam, sementara sejumlah jurnalis dan petugas keamanan turut menjadi korban luka-luka.

Jalan-jalan utama ditutup, toko-toko ditutup lebih awal, dan aktivitas publik terganggu. Protes bahkan berdampak hingga ke sektor industri vital Peru, yaitu pertambangan.

Dampak Ekonomi dan Industri

Hudbay Minerals, salah satu perusahaan tambang terbesar di Peru, mengumumkan penghentian sementara operasionalnya karena kerusuhan yang terjadi di sekitar fasilitas mereka. Hal ini menjadi sinyal serius bahwa krisis sosial ini mulai mengancam stabilitas ekonomi negara. Peru yang dikenal sebagai produsen tembaga, emas, dan perak terbesar dunia, kini harus menghadapi tantangan ganda: gejolak politik dan ketidakpastian ekonomi.

Solidaritas Regional

Fenomena protes Gen Z bukan hanya terjadi di Peru. Gerakan serupa sebelumnya juga terjadi di Indonesia dan Nepal. Dalam ketiga kasus tersebut, simbol “One Piece” menjadi alat pemersatu perlawanan. Ini menunjukkan bahwa generasi muda di berbagai belahan dunia kini menggunakan budaya pop global sebagai bahasa universal dalam menuntut keadilan.

“Satu hal yang menarik dari protes kali ini adalah bagaimana simbol budaya populer digunakan untuk menyuarakan pesan serius,” kata Burt. “Ini menjadi bentuk ekspresi baru dari generasi muda yang sangat sadar media dan visual.”

Menuju Titik Balik Demokrasi?

Meski pemerintah tampak kukuh mempertahankan kebijakan mereka, tekanan dari jalanan terus meningkat. Pertanyaannya kini adalah apakah gelombang protes ini akan memicu perubahan signifikan dalam lanskap politik Peru.

“Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan rakyat, jika terorganisir dan bertahan, bisa menggulingkan kekuasaan otoriter,” ujar Burt. “Namun, semua akan bergantung pada kemampuan gerakan ini untuk menjaga momentum dan menghindari jebakan kekerasan.”

Bagi banyak anak muda Peru, aksi ini bukan sekadar unjuk rasa—ini adalah seruan untuk masa depan yang lebih adil dan bersih dari korupsi.