August 23, 2025

Korupsi bukan sekadar hilangnya uang publik, tetapi juga kehancuran sendi kepercayaan masyarakat. Setiap kali kita berharap luka ini mulai sembuh… selalu saja tangan-tangan pejabat oportunis mengoyakkan bekasnya kembali.

Immanuel Ebenezer: Dari Jabatan Terhormat ke Tahanan KPK

Baru-baru ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan—yang dikenal akrab dengan panggilan Noel—ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan pemerasan dalam urusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dewan KPK menemukan bahwa Noel dan kelompoknya meminta hingga 6 juta rupiah per sertifikat—padahal tarif resmi hanya sekitar 275–275 ribu rupiah—menciptakan potensi keuntungan bodong hingga Rp 81 miliar selama beberapa tahun terakhir

OTT yang dilakukan KPK juga menyita 22 kendaraan, uang tunai dalam berbagai mata uang, serta puluhan juta rupiah, membuktikan bahwa integritas tak hanya terkoyak—melainkan diinjak-injak

Pasca-penetapan tersangka, Noel secara terbuka meminta amnesti kepada Presiden Prabowo Subianto—seolah pengampunan selayaknya bisa dibeli dan dibarter seperti komoditas politik biasa,Permintaan ini menggerus akal sehat dan menodai makna amnesti itu sendiri.

Semula amnesti adalah instrumen konstitusional untuk menyelesaikan konflik politik atau menguatkan rekonsiliasi nasional. Tapi di tangan yang salah, ia berubah menjadi tirai yang menutupi dosa beratmu—alih-alih membersihkan luka bangsa, ia membuat kita lupa siapa pemerkosa amanah rakyat.

Secara hukum, Presiden memang memiliki hak memberi amnesti setelah pertimbangan DPR sesuai Pasal 14 ayat (2) UUD 1945. Namun kita dihadapkan pada dilema: apakah legitimasi hukum otomatis jadi legitimasi moral?

Ketika pejabat meminta amnesti—ditopang hukum tapi mengabaikan moral—apa bedanya hukum dengan topeng rapuh yang menutupi wajah kejahatan? Inilah bahaya ketika hukum kehilangan jiwa dan moralitasnya.

Permintaan amnesti Noel memicu keraguan publik atas komitmen pemerintah memberantas korupsi. Seolah mimpi reformasi dirusak dari dalam, karena saat satu tangan mencanangkan kebersihan, tangan lainnya meraih kantong korupsi.

Presiden Prabowo tak tinggal diam—ia telah memecat Noel sebagai Wamenaker dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada KPK,Wakil Presiden Gibran Rakabuming juga menyuarakan dukungan penuh kepada KPK dan tekad melawan korupsi

Namun itulah yang paling mencekam: masyarakat harus terus mengingat luka korupsi, bukan membiarkannya tertutup rapuh oleh klaim pengampunan. Sebab setiap lupa adalah pijakan untuk korupsi berikutnya.,

Kunci untuk menahan ‘amnesia moral’ adalah memperkuat budaya transparansi dan akuntabilitas. Publik harus tahu siapa yang menodai amanah—bukan demi dendam, tetapi agar lekas pulih dari dampaknya.

Kita butuh sistem peradilan yang adil, eksekutif yang berani tegas, dan masyarakat yang tak mudah lupa. Amnesti tak boleh menjadi pintu masuk untuk melupakan—tapi hanya opsi terakhir, dalam situasi paling ekstrem, dengan syarat sangat ketat dan dijalani dengan pertanggungjawaban publik yang terbuka.

Hukum tanpa moral adalah cermin tanpa cahaya—benar secara prosedur tapi tak menyinari keadilan. Sebaliknya, moral tanpa hukum adalah rasa bersalah yang terpendam. Keduanya mesti bersinergi untuk menyembuhkan luka republic ini.

Korupsi adalah kesalahan hukum, kesalahan moral, kesalahan politik. Jika setiap kata “salah” kehilangan maknanya, kita akan terus meratap diiringi uang raib dan kepercayaan yang terus terkikis.