September 4, 2025

Gelombang unjuk rasa di Indonesia pada akhir Agustus 2025 meninggalkan jejak yang menyakitkan—mulai dari korban tewas hingga orang hilang. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat hingga Rabu, 3 September 2025 pukul 19.10 WIB, delapan orang masih dinyatakan hilang—sebuah fakta yang menambah luka di tengah upaya pemulihan demokrasi negara.

Delapan Orang yang Masih Hilang

Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, merinci bahwa dari total 33 aduan orang hilang, 13 orang telah ditemukan—jumlah yang tersisa masih dalam pencarian sebanyak 20 orang. Namun dari jumlah itu, KontraS memastikan delapan orang masih benar-benar belum terkonfirmasi keberadaannya.

Ke delapan nama tersebut adalah:

  • Jakarta Pusat: Ahmad Baihaqi, M. Miftakhul Huda, Muhammad Farhan Hamid, Reno Syahputradewo, Romi Putra Prawibowo, dan Salman Alfarisi.
  • Bogor: Delta Surya Sindu Atmaja.
  • Lokasi tidak diketahui: Heri Susanto.

KontraS membuka layanan laporan melalui hotline 089635225998 dan formulir daring bagi masyarakat yang ingin membantu informasi atau mencari jejak mereka.

Catatan 20 orang hilang awalnya juga dilaporkan oleh media internasional seperti The Guardian, yang menyebut korban hilang berasal dari berbagai kota seperti Bandung, Depok, dan Jakarta. Dari total 23 laporan, 20 orang masih belum ditemukan.

Penanganan ini mendapat sorotan dunia karena diikuti oleh kasus korban tewas, seperti meninggalnya Affan Kurniawan—seorang pengemudi ojek online usia 21 tahun yang ditabrak kendaraan taktis Brimob—yang memicu eskalasi protes ke level nasional.

Komnas HAM juga mencatat setidaknya 10 warga sipil meninggal akibat kerusuhan—beberapa di antaranya diduga kuat akibat kekerasan aparat. Korban tersebar di berbagai daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Solo, Makassar, Semarang, dan Manokwari.

Lebih jauh lagi, Komnas HAM menerima 28 aduan kekerasan aparat, dengan banyak pengunjuk rasa mengalami penangkapan sewenang-wenang dan luka akibat pasukan keamanan. Data dari YLBHI menyebut lebih dari 3.300 demonstran ditangkap dan 1.042 orang dirawat karena luka fisik atau akibat gas air mata.

Rumusan Krisis: Dari Protes ke Krisis HAM

  • Akar ketegangan: Demonstrasi awalnya menuntut penghapusan tunjangan besar DPR—sekitar Rp50 juta—yang memicu kemarahan publik karena dianggap tidak adil secara ekonomi.
  • Kematian Affan dan dampaknya: Peristiwa tragis ini menjadi simbol eskalasi brutalitas aparat dan memicu global backlash.
  • Pelanggaran HAM yang mengakar: Penangkapan yang tidak transparan, kekerasan berlebihan, hingga perusakan fasilitas publik menambah catatan kelam era demokrasi Indonesia.

Tindak Lanjut: Transparansi dan Keadilan

  • KontraS terus membuka data harian dan menerima pengaduan melalui hotline serta platform digital.
  • Komnas HAM fokus menyelidiki kematian dan memastikan hak asasi pengunjuk rasa dihormati serta mencegah kekerasan berulang.
  • Tekanan internasional menguat, didorong tuntutan PBB agar pemerintah lakukan investigasi transparan atas pelanggaran HAM yang terjadi.

Gelombang unjuk rasa akhir Agustus 2025 merupakan babak memilukan dalam sejarah demokrasi Indonesia. Hilangnya delapan orang hingga kini menjadi beban moral bagi negara untuk mengusut dan menjelaskan nasib mereka. Dualitas antara tuntutan reformasi dan respons keamanan yang represif menimbang berat nilai demokrasi. Saatnya membangun kembali kepercayaan publik melalui transparansi, dialog terbuka, dan penghormatan hak asasi.