
Jakarta – Dunia pangan nasional diguncang kabar mengejutkan. Direktur Utama (Dirut) PT Agrinas Pangan Nusantara, Joao Angelo De Sousa Mota, resmi mengundurkan diri pada Senin (11/8/2025). Keputusan ini datang tepat di hari genap enam bulan masa jabatannya—masa yang diwarnai banyak tantangan, minim dukungan, dan tanpa realisasi anggaran.
Pengunduran diri Joao diumumkan langsung melalui keterangan resmi yang dikonfirmasi oleh pihak Humas Agrinas Pangan Nusantara. Surat resmi pengunduran diri diserahkan pada siang hari kepada BPID Danantara, pemegang kendali strategis perusahaan.
“Hari ini tepat enam bulan saya menjabat. Dengan sangat menyesal, saya menyerahkan pengunduran diri kepada Danantara,” kata Joao dalam pernyataannya.
Joao secara terbuka mengakui bahwa alasan utama pengunduran dirinya adalah karena merasa belum berhasil memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian negara, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
“Sampai hari ini, kami belum dapat memberikan kontribusi nyata dan langsung kepada ekonomi negara maupun dalam mewujudkan kesejahteraan petani,” ujarnya.
Ia menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama kepada para petani dan Presiden Prabowo Subianto, yang telah mempercayakannya memimpin perusahaan pangan strategis tersebut. Rasa penyesalan itu semakin dalam karena ia merasa belum mampu memberikan hasil kerja yang sepadan dengan ekspektasi.
Sorotan Pedas: Dukungan Nol dari Stakeholder
Tak berhenti di situ, Joao mengungkapkan bahwa permasalahan bukan hanya soal kinerja internal, tetapi juga minimnya dukungan dari stakeholder yang seharusnya menjadi mitra strategis dalam mewujudkan target swasembada pangan.
“Keseriusan Presiden untuk membuka kedaulatan pangan ini tidak didukung sepenuhnya oleh stakeholder atau para pembantunya,” tegasnya.
Lebih mengejutkan lagi, Joao mengungkap fakta bahwa hingga hari ini anggaran untuk Agrinas Pangan Nusantara masih nol. Tanpa dukungan finansial, langkah-langkah konkret yang telah ia rancang sejak awal kepemimpinan tidak bisa dijalankan.
Kisah Rp3 Triliun yang Menggantung
Sebelumnya, pemerintah sempat menyiapkan alokasi anggaran sekitar Rp3 triliun untuk Agrinas Pangan Nusantara. Namun, dana tersebut tidak langsung digunakan. Joao menjelaskan bahwa pihaknya menunggu rampungnya DED (Design and Engineering Document) terlebih dahulu, agar semua langkah kerja terukur dan tepat sasaran.
Menurut Joao, proses ini bukan sekadar formalitas. Ia menekankan pentingnya perencanaan detail—mulai dari penentuan peralatan seperti traktor dan harvester, hingga perhitungan material dan tenaga kerja—sebelum menghitung kebutuhan anggaran final.
“Anggaran itu adalah tahap terakhir. Tanpa perencanaan yang matang, kita berisiko menggunakannya secara tidak efisien,” jelasnya.
Transparansi dan Akuntabilitas: Prinsip yang Dipertahankan
Joao juga menegaskan bahwa setiap dana yang dikelola oleh Agrinas Pangan Nusantara harus diperlakukan sebagai uang rakyat. Prinsip kehati-hatian dan transparansi menjadi pegangan utamanya, termasuk jika nantinya perusahaan menerima kucuran dana dari Danantara.
“Kami tidak akan menggunakan satu sen pun di luar peruntukan atau secara tidak terukur demi mencapai tujuan perusahaan,” tegasnya.
Ia menambahkan, komitmen ini didorong oleh keyakinan bahwa keberhasilan swasembada pangan hanya bisa dicapai jika seluruh proses dijalankan secara terbuka dan bertanggung jawab.
Pengunduran diri Joao menyoroti masalah yang lebih besar: lemahnya koordinasi antar-lembaga dan kurangnya keselarasan antara visi Presiden dan tindakan para pelaksana di lapangan. Meski Presiden Prabowo telah menyatakan dukungan penuh terhadap misi swasembada pangan, tanpa dukungan teknis dan anggaran dari pihak terkait, target itu hanya akan menjadi wacana.
Kondisi ini mencerminkan persoalan klasik dalam tata kelola proyek strategis: kebijakan yang bagus di tingkat atas sering kali tersendat di tahap implementasi karena birokrasi dan tarik-menarik kepentingan.
Enam Bulan yang Penuh Tantangan
Sejak awal menjabat pada Februari 2025, Joao menghadapi banyak rintangan. Mulai dari proses perencanaan proyek yang panjang, tarik-ulur anggaran, hingga koordinasi yang kurang solid di antara stakeholder. Ia sempat menyusun beberapa strategi percepatan, namun tanpa dukungan sumber daya yang memadai, rencana tersebut tak kunjung berjalan.
Bagi Joao, mengundurkan diri adalah bentuk tanggung jawab moral sekaligus sinyal bahwa perubahan besar diperlukan jika misi swasembada pangan ingin benar-benar terwujud.
Pengunduran diri ini diperkirakan akan memicu diskusi hangat di kalangan pemerhati pangan dan politik nasional. Di satu sisi, ada yang melihat langkah Joao sebagai bentuk kejujuran dan integritas, mengakui keterbatasan tanpa berlindung di balik retorika. Di sisi lain, mundurnya pucuk pimpinan di tengah proses awal bisa menjadi pukulan bagi stabilitas program strategis yang sudah dicanangkan pemerintah.
Bagi petani, kabar ini mungkin menimbulkan kekhawatiran akan nasib program-program yang telah dijanjikan. Namun, di tengah ketidakpastian ini, pengunduran diri Joao juga bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh
Kisah mundurnya Joao Angelo De Sousa Mota dari kursi Dirut PT Agrinas Pangan Nusantara bukan sekadar pergantian pimpinan. Ia adalah potret nyata tantangan besar di balik cita-cita swasembada pangan Indonesia: ambisi yang besar, tapi sering tersandung oleh dukungan yang setengah hati.
Pesan yang ditinggalkan Joao jelas—tanpa dukungan penuh, perencanaan matang, dan manajemen transparan, target kedaulatan pangan hanya akan menjadi mimpi di atas kertas.